Ubah Screen Resolution Windows 8

Buka perintah Run pada komputer. caranya dengan menekan tombol windows di keyboard disertai menekan tombol R. (Windows+R).
 
Ketikkan "Regedit" tanpa tanda petik.

Tekan Ctrl + F kemudian ketikkan “Display1_DownScalingSupported” (tanpa tanda petik).

Jika sudah ketemu klik dua kali “Display1_DownScalingSupported“

Pada “Value Data” ganti angka 0 menjadi angka 1 kemudian OK.

Restart PC sahabat haramain software.

Setelah Restart selesai klik kanan di desktop sobat kemudian pilih Screen Resolution.

Ganti resolusi PC sobat menjadi 1024 x 768 kemudian klik OK.

Selesai. sekarang semua aplikasi bawaan windows 8 yang tidak bisa dibuka menjadi bisa dibuka semua.

 

Install Windows Via USB FlashDisk

Cara Install Windows via USB Flashdisk Dengan Mudah

Pastikan USB Flashdik anda memiliki kapasitas yang cukup untuk menampung file-file windows.

Colok flashdisk ke laptop/komputer.
Buka command promnt, caranya tekan tombol Win+R. Lalu ketik CMD, enter.

Masuk ke dalam aplikasi command prompt kan??
Ketik diskpart, enter.
Ketik list disk, maka akan muncul media penyimpanan di komputer anda,
pastikan anda tahu betul yg mana flashdisk anda. Untuk mngetahuinya,
cukup liat kapasitas size nya aja. Posisi flashdisk saya ada di disk 3, maka ketik select disk 3.

Ketik clean, enter. Lalu ketik create partition primary, enter.
Ketik select partition 1, enter. Ketik active, enter lagi.
Ketik format fs=fat32, enter.
Ketik assign, enter.
Terakhir, ketik exit, dan enter.
Sekarang kita sudah selesai tahap awal menyiapkan flashdisk yang akan kita gunakan,
selanjutnya ialah tahap copy dan paste file-file windowsnya.
Copy semua files windows yang ada di dalam DVD kemudian paste di flashdisk anda.
Selesai, kini flashdisk anda sudah siap digunakan untuk Install Windows.

NB : Jangan lupa atur settingan first bootnya di bios ke flashdisk anda, Ok

INFO : Cara di atas, bisa digunakan di semua versi windows.
 

ASKEP ANAK ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

A.    PENGERTIAN  ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Acut limphosityc leukemia adalah proliferasi maligna / ganas limphoblast dalam sumsum tulang yang disebabkan oleh sel inti tunggal yang dapat bersifat sistemik. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Tucker, 1997; Reeves & Lockart, 2002).

B.     PENYEBAB ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Penyebab acut limphosityc leukemia sampai saat ini belum jelas, diduga kemungkinan karena virus (virus onkogenik) dan faktor lain yang mungkin berperan, yaitu:
1.      Faktor eksogen
a.       Sinar x, sinar radioaktif.
b.      Hormon.
c.       Bahan kimia seperti: bensol, arsen, preparat sulfat, chloramphinecol, anti neoplastic agent).
2.      Faktor endogen
a.       Ras (orang Yahudi lebih mudah terkena dibanding orang kulit hitam)
b.      Kongenital (kelainan kromosom, terutama pada anak dengan Sindrom Down).
c.       Herediter (kakak beradik atau kembar satu telur).
(Ngastiyah, 1997)

C.    PATOFISIOLOGI ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).

D.    TANDA DAN GEJALA ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Manifestasi klinik dari acut limphosityc leukemia antara lain:
  1. Pilek tak sembuh-sembuh
  2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
  3. Demam, anoreksia, mual, muntah
  4. Berat badan menurun
  5. Ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi, memar tanpa sebab
  6. Nyeri tulang dan persendian
  7. Nyeri abdomen
  8. Hepatosplenomegali, limfadenopati
  9. Abnormalitas WBC
  10. Nyeri kepala
  
E.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PADA ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan acut limphosityc leukemia adalah:
  1. Pemeriksaan sumsum tulang (BMP / Bone Marrow Punction):
a.       Ditemukan sel blast yang berlebihan
b.      Peningkatan protein
  1. Pemeriksaan darah tepi
a.       Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
b.      Peningkatan asam urat serum
c.       Peningkatan tembaga (Cu) serum
d.      Penurunan kadar Zink (Zn)
e.       Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000 / ยตl) tetapi dalam bentuk sel blast / sel primitif
  1. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel kanker ke organ tersebut
  2. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
  3. Sitogenik:
50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:
a.       Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid (2n+a)
b.      Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
c.       Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat  kecil
  
F.     PENGOBATAN PADA ALL
1.      Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberi­kan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda‑tanda DIC dapat dibe­rikan heparin.
2.      Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhir­nya dihentikan.
3.      Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6‑merkaptopurin atau 6‑mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L‑asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriami­sin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama‑sama dengan prednison. Pada pemberian obat‑obatan ini sering terdapat akibat samping beru­pa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti‑hati bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
4.      Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci hama).
5.      Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah ter­capai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 ‑ 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyunti­kan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
6.      Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalaman­nya. Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:
a.       Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berba­gai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sam­pai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b.      Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c.       Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat‑dapatnya suatu masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
d.      Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3‑6 bulan dengan pemberian obat‑obat seperti pada induksi se­lama 10‑14 hari.
e.       Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400­2.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia sereb­ral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
f.       Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
(FKUI, 1985)
  
H.    MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL PADA ANAK DENGAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Adanya keganasan menimbulkan masalah keperawatan, antara lain:
1.      Intoleransi aktivitas
2.      Resiko tinggi infeksi
3.      Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuahn
4.      Resiko cedera (perdarahan)
5.      Resiko kerusakan integritas kulit
6.      Nyeri
7.      Resiko kekurangan volume cairan
8.      Berduka
9.      Kurang pengetahuan
10.  Perubahan proses keluarga
11.  Gangguan citra diri / gambaran diri

I.       PERAWATAN PADA ANAK DENGAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
1.      Mengatasi keletihan / intoleransi aktivitas:
a.       Kaji adanya tanda-tanda anemia: pucat, peka rangsang, cepat lelah, kadar Hb rendah.
b.      Pantau hitung darah lengkap dan hitung jenis
c.       Berikan cukup istirahat dan tidur tanpa gangguan
d.      Minimalkan kegelisahan dan anjurkan bermain yang tenang
e.       Bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari
f.       Pantau frekuensi nadi, prnafasan, sebelum dan selama aktivitas
g.      Ketika kondisi membaik, dorong aktivitas sesuai toleransi
h.      Jika diprogramkan, berikan packed RBC
2.      Mencegah terjadinya infeksi
a.       Observasi adanya tanda-tanda infeksi, pantau suhu badan laporkan jika suhu > 38oC yang berlangsung > 24 jam, menggigil dan nadi > 100 x / menit.
b.      Sadari bahwa ketika hitung neutrofil menurun (neutropenia), resiko infeksi meningkat, maka:
1).    Tampatkan pasien dalam ruangan khusus
2).    Sebelum merawat pasien: cuci tangan dan memakai pakaian pelindung, masker dan sarung tangan.
3).    Cegah komtak dengan individu yang terinfeksi
c.       Jaga lingkungan tetap bersih, batasi tindakan invasif
d.      Bantu ambulasi jika mungkin (membalik, batuk, nafas dalam)
e.       Lakukan higiene oral dan perawatan perineal secara sering.
f.       Pantau masukan dan haluaran serta pertahankan hidarasi yang adekuat dengan minum 3 liter / hari
g.      Berika terapi antibiotik dan tranfusi granulosit jika diprogramkan
h.      Yakinkan pemberian makanan yang bergizi.
3.      Mencegah cidera (perdarahan)
a.       Observasi adanya tanda-tanda perdarahan dengan inspeksi kulit, mulut, hidung, urine, feses, muntahan, dan lokasi infus.
b.      Pantau tanda vital dan nilai trombosit
c.       Hindari injesi intravena dan intramuskuler seminimal mungkin  dan tekan 5-10 menit setiap kali menyuntik
d.      Gunakan sikat gigi yang lebut dan lunak
e.       Hindari pengambilan temperatur rektal, pengobatan rekatl dan enema
f.       Hindari aktivitas yang dapat menyebabkan cidera fisik atau mainan yang dapat melukai kulit.
4.      Memberikan nutrisi yang adekuat
a.       Kaji jumlah makanan dan cairan yang ditoleransi pasien
b.      Berikan kebersihan oral sebelum dan sesudah  makan
c.       Hindari bau, parfum, tindakan yang tidak menyenangkan, gangguan pandangan dan bunyi
d.      Ubah pola makan, berikan makanan ringan dan sering, libatkan pasien dalam memilih makanan yang bergizi tinggi, timbang BB tiap hari
e.       Sajikan makanan dalam suhu dingin / hangat
f.       Pantau masukan makanan, bila jumlah kurang berikan ciran parenteral dan NPT yang diprogramkan. 
5.      Mencegah kekurangan cairan
a.       Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
b.      Berikan antiemetik awal sebelum pemberian kemoterapi
c.       Hindari pemberian makanan dan minuman yang baunya merangngsang mual / muntah
d.      Anjurkan minum dalam porsi kecil dan sering
e.       Kolaborasi pemberian cairan parenteral untuk mempertahankan hidrasi sesuai indikasi
6.      Antisipasi berduka
a.       Kaji tahapan berduka oada anak dan keluarga
b.      Berikan dukungan pada respon adaptif dan rubah respon maladaptif
c.       Luangkan waktu bersama anak untuk memberi kesempatan express feeling
d.      Fasilitasi express feeling melalui permainan
7.      Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga tentang:
a.       Proses penyakit leukemia: gejala, pentingnya pengobatan / perawatan.
b.      Komplikasi penyakit leukemia: perdarahan, infeksi dll.
c.       Aktivitas dan latihan sesuai toleransi
d.      Mengatasi kecemasan
e.       Pemberian nutrisi
f.       Pengobatan dan efek samping pengobatan
8.      Meningkatkan peran keluarga
a.       Jelaskan alasan dilakukannya setiap prosedur pengobatan / dianostik
b.      Jadwalkan waktu bagi keluarga bersama anak tanpa diganggu oleh staf SR
c.       Dorong keluarga untuk express feelings
d.      Libatkan keluarga dalam perencanaan dan pelaksanaan perawatan si anak
9.      Mencegah gangguan citra diri / gambaran diri
a.       Dorong pasien untuk express feelings tentang dirinya
b.      Berikan informasi yang mendukung pasien ( misal; rambut akan tumbuh kembali, berat badan akan kembali naik jika terapi selesai dll.)
c.       Dukung interaksi sosial / peer group
d.      Sarankan pemakaian wig, topi / penutup kepala. 
 

ASKEP Low Back Pain


A.    Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual maupun potensial. Definisi keperawatan tentang nyeri adalah, apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu/seseorang yang mengalaminya, yang ada kapanpun orang tersebut mengatakannya(2) . Peraturan utama dalam merawat pasien dengan nyeri adalah bahwa semua nyeri adalah nyata, meskipun penyebabnya tidak diketahui. Oleh karena itu, keberadaan nyeri adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien.
Low Back Pain (LBP) atau Nyeri punggung bawah adalah suatu sensasi nyeri yang dirasakan pada diskus intervertebralis umumnya lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S1 (2,4).
B.    Etiologi
Kebanyakan nyeri punggung bawah disebabkan oleh salah satu dari berbagai masalah muskuloskeletal (misal regangan lumbosakral akut, ketidakstabilan ligamen lumbosakral dan kelemahan otot, osteoartritis tulang belakang, stenosis tulang belakang, masalah diskus intervertebralis, ketidaksamaan panjang tungkai).  Penyebab lainnya meliputi obesitas, gangguan ginjal, masalah pelvis, tumor retroperitoneal, aneurisma abdominal dan masalah psikosomatik. Kebanyakan nyeri punggung akibat gangguan muskuloskeletal akan diperberat oleh aktifitas, sedangkan nyeri akibat keadaan lainnya tidak dipengaruhi oleh aktifitas (2,4) .
C.    Patofisiologi
Struktur spesifik dalam system saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai system nosiseptif. Sensitifitas dari komponen system nosiseptif dapat dipengaruhi oleh sejumlah factor dan berbeda diantara individu. Tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama mengalami intensitas nyeri yang sama. Sensasi sangat nyeri bagi seseorang mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain(1,3).
Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak, dimana stimuli tersebut sifatnya bisa kimia, mekanik, termal. Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang kompleks. Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah local. Sel-sel mast, folikel rambut dan kelenjar keringat. Stimuli serabut ini mengakibatkan pelepasan histamin dari sel-sel mast dan mengakibatkan vasodilatasi. Serabut kutaneus terletak lebih kearah sentral dari cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis paravertebra system saraf dan dengan organ internal yang lebih besar. Sejumlah substansi  yang dapat meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin dan substansi P. Prostaglandin dimana zat tersebut yang dapat meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari bradikinin. Substansi lain dalam tubuh yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah endorfin dan enkefalin yang ditemukan dalam konsentrasi yang kuat dalam system saraf pusat(1,3).
Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat memproses sensori, dimana agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada system assenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal. Proses nyeri terjadi karena adanya interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi  nyeri(1,3).
Patofisiologi Pada sensasi nyeri punggung bawah dalam hal ini kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang yang elastik yang tersusun atas banyak unit vertebrae dan unit diskus intervertebrae yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot paravertebralis. Konstruksi punggung yang unik tersebut memungkinkan fleksibilitas sementara disisi lain tetap dapat memberikanperlindungan yang maksimal terhadap sum-sum tulang belakang. Lengkungan tulang belakang akan menyerap goncangan vertical pada saat berlari atau melompat. Batang tubuh membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks sangat penting ada aktifitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah postur, masalah struktur dan peregangan berlebihan pendukung tulang belakang dapat berakibat nyeri punggung(2,4).
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur. Degenerasi diskus intervertebra merupakan penyebab nyeri punggung biasa. Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S6, menderita stress paling berat dan perubahan degenerasi terberat. Penonjolan diskus atau kerusakan sendi dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf tersebut (2,4).
D.    Manifestasi Klinis
Pasien biasanya engeluh nyeri punngung akut maupun nyeri punggung kronis dan kelemahan. Selama wawancara awal kaji lokasi nyeri, sifatnya dan penjalarannya sepanjang serabut saraf (sciatica), juga dievaluasi cara jalan pasien, mobilitas tulang belakang, refleks, panjang tungkai, kekuatan motoris dan persepsi sensoris bersama dengan derajat ketidaknyamanan yang dialaminya. Peninggian tungkai dalam keadaan lurus yang mengakibatkan nyeri menunjukkan iritasi serabut saraf.
Pemeriksaan fisik dapat menemukan adanya spasme otot paravertebralis (peningkatan tonus otot tulang postural belakang yang berlebihan) disertai hilangnya lengkungan lordotik lumbal yang normal dan mungkin ada deformitas tulang belakang. Bila pasien diperiksa dalam keadaan telungkup, otot paraspinal akan relaksasi dan deformitas yang diakibatkan oleh spasme akan menghilang.
Kadang-kadang dasar organic nyeri punggung tak dapat ditemukan. Kecemasan dan stress dapat membangkitkan spasme otot dan nyeri. Nyeri punggung bawah bisa merupakan anifestasi depresi atau konflik mental atau reaksi terhadap stressor lingkungan dan kehidupan. Bila kita memeriksa pasien dengan nyeri punngung bawah, perawat perlu meninjau kembali hubungan keluarga, variable lingkungan dan situasi kerja (2,4).
E.       Evaluasi Diagnostik
Prosedur diagnostik perlu dilakukan pada pasien yang mendertita nyeri punggung bawah. Sinar X- vertebra mungkin memperlihatkan adanya fraktur, dislokasi, infeksi, osteoartritis atau scoliosis. Computed Tomografi (CT) berguna untuk mengetahui penyakit yang mendasari, seperti adanya lesi jaringan lunak tersembunyi disekitar kolumna vertebralis dan masalah diskus intervertebralis. USG dapat membantu mendiagnosa penyempitan kanalis spinalis. MRI memungkinkan visualisasi sifat dan lokasi patologi tulang belakang (2).
  
F.       Penatalaksanaan
Kebanyakan nyeri punggung bisa hilang sendiri dan akan sembuh dalam 6 minggu dengan tirah baring, pengurangan stress dan relaksasi. Pasien harus tetap ditempat tidur dengan matras yang padat dan tidak membal selama 2 sampai 3 hari. Posisi pasien dibuat sedemikian rupa sehingga fleksi lumbal lebih besar yang dapat mengurangi tekanan pada serabut saraf lumbal. Bagian kepala tempat tidur ditinggikan 30 derajat dan pasien sedikit menekuk lututnya atau berbaring miring dengan lutu dan panggul ditekuk dan tungkai dan sebuah bantal diletakkan dibawah kepala. Posisi tengkurap dihindari karena akan memperberat lordosis. Kadang-kadang pasien perlu dirawat untuk penanganan “konservatif aktif” dan fisioterapi. Traksi pelvic intermiten dengan 7 sampai 13 kg beban traksi. Traksi memungkinkan penambahan fleksi lumbal dan relaksasi otot tersebut.
Fisioterapi perlu diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot. Terapi bisa meliputi pendinginan (missal dengan es), pemanasan sinar infra merah, kompres lembab dan panas, kolam bergolak dan traksi. Gangguan sirkulasi , gangguan perabaan dan trauma merupakan kontra indikasi kompres panas. Terapi kolam bergolak dikontraindikasikan bagi pasien dengan masalah kardiovaskuler karena ketidakmampuan mentoleransi vasodilatasi perifer massif yang timbul. Gelombang ultra akan menimbulkan panas yang dapat meningkatkan ketidaknyamanan akibat pembengkakan pada stadium akut.
Obat-obatan mungkin diperlukan untuk menangani nyeri akut. Analgetik narkotik digunakan untuk memutus lingkaran nyeri, relaksan otot dan penenang digunakan untuk membuat relaks pasien dan otot yang mengalami spasme, sehingga dapat mengurangi nyeri. Obat antiinflamasi, seperti aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), berguna untuk mengurangi nyeri. Kortikosteroid jangka pendek dapat mengurangi respons inflamasi dan mencegah timbulnya neurofibrosis yang terjadi akibat gangguan iskemia (2,4).

G.      Pengkajian
Pasien nyeri pungung dibimbing untuk menjelaskan ketidaknyamanannya (missal lokasi, berat, durasi, sifat, penjalaran dan kelemahan tungkai yang berhubungan). Penjelasan mengenai bagaimana nyeri timbul dengan tindakan tertentu atau dengan aktifitas dimana otot yang lemah digunakan secara berlebihan dan bagaimana pasien mengatasinya. Informasi mengenai pekerjaan dan aktifitas rekreasi dapat membantu mengidentifikasi area untuk pendidikan kesehatan.
Selama wawancara ini, perawat dapat melakukan observasi terhadap postur pasien, kelainan posisi dan cara jalan. Pada pemeriksaan fisik, dikaji lengkungan tulang belakang, Krista iliakan dan kesimetrisan bahu. Otot paraspinal dipalpasi dan dicatat adanya spasme dan nyeri tekan. Pasien dikaji adanya obesitas karena dapay menimbulkan nyeri punggung bawah (2).

H.      Diagnosa Keperawatan (2)
1.       Nyeri b.d masalah muskuloskeletal
2.       Kerusakan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, dan berkurangnya kelenturan
3.       Kurang pengetahuan b.d teknik mekanika tubuh melindungi punggung
4.       Perubahan kinerja peran b.d gangguan mobilitas dan nyeri kronik
5.       Gangguan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh b. d obesitas

I.         Intervensi dan Implementasi (2)
1.       Meredakan nyeri
Untuk mengurangi nyeri perawat dapat menganjurkan tirah baring dan pengubahan posisi yang ditentukan untuk memperbaiki fleksi lumbal. Pasien diajari untuk mengontrol dan menyesuaikan nyeri yang dilakukan melalui pernafasan diafragma dan relaksasi dapat membantu mengurangi tegangan otot yang berperan pada nyeri punggung bawah. Mengalihkan perhatian pasien dari nyeri dengan aktifitas lain missal membaca buku, menonton TV maupun dengan imajinasi (membayangkan hal-hal yang menyenangkan dengan memusatkan perhatian pada hal tersebut).
Masase jaringan lunak dengan lembut sangat berguna untuk mengurangi spasme otot, memperbaiki peredaran darah dan mengurangi pembendungan serta mengurangi nyeri. Bila diberikan obat perawat harus mengkaji respon pasien pada setiap obat.
2.       Memperbaiki mobilitas fisik
Mobilitas fisik dipantau melalui pengkajian kontinu. Perawat mengkaji bagaimana pasien bergerak dan berdiri. Begitu nyeri punggung berkurang, aktifitas perawatan diri boleh dilakukan dengan regangan yang minimal pada struktur yang cedera. Perubahan posisi harus dilakukan perlahan dan dibatu bila perlu. Gerakan memutar dan melenggok perlu dihindari. Pasien didorong untuk berganti-ganti aktifiats berbaring, duduk dan berjalan-jalan dalam waktu lama. Perawat perlu mendorong pasien mematuhi program latihan sesuai yang ditetapkan, latihan yang salah justru tidak efektif.
3.       Meningkatkan mekanika tubuh yang tepat
        Pasien harus diajari bagaimana duduk, berdiri, berbaring dan mengangkat barang dengan benar.
4.       Pendidikan kesehatan
        Pasien harus diajari bagaimana duduk, berdiri, berbaring dan mengangkat barang dengan benar
5.       Memperbaiki kinerja peran
Tanggung jawab yang berhubungan dengan peran mungkin telah berubah sejak terjadinya nyeri punggung bawah. Begitu nyeri sembuh, pasien dapat kembali ke tanggung jawab perannya lagi. Namun bila aktifitas ini berpengaruh terhadap terjadinya nyeri pungung bawah lagi, mungkin sulit untuk kembali ke tanggung jawab semula tersebut tanpa menanggung resiko terjadinya nyeri pungggung bawah kronik dengan kecacatan dan depresi yang diakibatkan.
6.       Mengubah nutrisi dan penurunan berat badan
Penurunan BB melalui penyesuaian cara makan dapat mencegah kekambuhan nyeri punggung, dengan melalui rencana nutrisi yang rasional yang meliputi perubahan kebaisaaan makan untuk mempertahankan BB yang diinginkan.

J.        Evaluasi (2)
1.       Mengalami peredaan nyeri
-          Istirahat dengan nyaman
-          Mengubah posisi dengan nyaman
-          Menghindari ketergantungan obat
2.       Menunjukkan kembalinya mobilitas fisik
-          Kembali ke aktifitas secara bertahap
-          Menghindari posisi yang menyebabkan yang menyebabkan ketidaknyamanan otot
-          Merencanakan istirahat baring sepanjang hari
3.       Menunjukkan mekanika tubuh yang memelihara punggung
-          Perbaikan postur
-          Mengganti posisi sendiri untuk meminimalkan stress punggung
-          Memperlihatkan penggunaan mekanika tubuh yang baik
-          Berpartisipasi dalam program latihan
4.       Kembali ke tanggung jawab yang berhubungan dengan peran
-          Menggunakan teknik menghadapi masalah untuk menyesuaikan diri dengan situasi stress
-          Memperlihatkan berkurangnya ketergantungan kepada orang lain untuk perawatan diri
-          Kembali ke pekerjaan bila nyeri punggung telah sembuh
-          Kembali ke gaya hidup yang produktif penuh
5.       Mencapai BB yang diinginkan
-          Mengidentifikasi perlunya penurunan BB
-          Berpartisipasi dalam pengembangan rencana penurunan BB
-          Setia dengan program penurunan BB

Daftar Pustaka :
1.       Brunner & Suddarth, Alih Bahasa Monica Ester, SKP ; Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 1, EGC, Jakarta, 2002
2.       Brunner & Suddarth, Alih Bahasa Monica Ester, SKP ; Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 3, EGC, Jakarta, 2002
3.       Ruth F. Craven, EdD, RN, Fundamentals Of Nursing, Edisi II, Lippincot, Philadelphia, 2000

4.       Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Cetakan I, EGC, Jakarta, 1997