Dasar Mengangkat Pasien / Klien
EMPAT DASAR
MENGANGKAT PASIEN/KLIEN
Sebelum mengangkat objek, perawat
harus memutuskan bahwa objek tersebut dapat diangkat oleh satu orang secara
aman, jika perawat merasa bahwa objek tersebut terlalu berat atau terlalu
besar, perlu meminta bantuan orang lain. Selain itu, perawat harus mengkaji
motivasi klien dan kemampuannya dalam membantu untuk pemindahan atau perubahan
posisi.
- Posisi
berat: berat yang akan diangkat harus sedekat mungkin dengan pengangkat.
Posisi ini menempatkan objek yang akan diangkat dalam level yang sama
dengan pengangkat.
- Ketingginan
objek: objek yang paling tinggi untuk diangkat secara vertical adalah
ketinggian 15-20 cm dibawah ukuran pinggang orang yang mengangkat objek.
- Posisi
badan: pengangkat harus berposisi bokongnya lurus sehigga kelompok otot
multiple bekerja bersama-sama
- Berat
maksimal: objek terlalu berat jika besar lebih dari 25-30% dari tubuh
pengangkat.
LANGKAH:
- Berdiri dekat objek yang akan dipindahkan sehingga pusat pengangkat gaya gravitasinya lebih dekat dengan objek.
- Perbesar dasar penyokong dengan menempatkan kaki secara terpisah. Cara ini mempertahankan keseimbangan tubuh dengan lebih baik dan mengurangi resiko jatuh.
- Turunkan pusat gravitasi anda terhadap objek yang akan diangkat. Cara ini meningkatkan keseimbangan tubuh dan memugkinkan keklompok otot untuk bekerja bersama secara sinkron.
- Pertahankan kesejajaran yang baik dari kepala dan leher dengan tulang belakang, jaga agar bokong tetap lurus, untuk mengurangi risiko cedera vertebra lumbal dan kelompok otot (Owens, Welden, dan Kane, 1999 dalam Perry Potter)
(Sumber; Perry, Peterson, Potter; Buku Saku Keterampilan dan Prosedur
Dasar)
Ubah Screen Resolution Windows 8
Buka perintah Run pada komputer. caranya dengan menekan tombol windows di keyboard disertai menekan tombol R. (Windows+R).
Ketikkan "Regedit" tanpa tanda petik.
Tekan Ctrl + F kemudian ketikkan “Display1_DownScalingSupported” (tanpa tanda petik).
Jika sudah ketemu klik dua kali “Display1_DownScalingSupported“
Pada “Value Data” ganti angka 0 menjadi angka 1 kemudian OK.
Restart PC sahabat haramain software.
Setelah Restart selesai klik kanan di desktop sobat kemudian pilih Screen Resolution.
Ganti resolusi PC sobat menjadi 1024 x 768 kemudian klik OK.
Selesai. sekarang semua aplikasi bawaan windows 8 yang tidak bisa dibuka menjadi bisa dibuka semua.
Ketikkan "Regedit" tanpa tanda petik.
Tekan Ctrl + F kemudian ketikkan “Display1_DownScalingSupported” (tanpa tanda petik).
Jika sudah ketemu klik dua kali “Display1_DownScalingSupported“
Pada “Value Data” ganti angka 0 menjadi angka 1 kemudian OK.
Restart PC sahabat haramain software.
Setelah Restart selesai klik kanan di desktop sobat kemudian pilih Screen Resolution.
Ganti resolusi PC sobat menjadi 1024 x 768 kemudian klik OK.
Selesai. sekarang semua aplikasi bawaan windows 8 yang tidak bisa dibuka menjadi bisa dibuka semua.
Install Windows Via USB FlashDisk
Cara Install Windows via USB Flashdisk Dengan Mudah
Pastikan USB Flashdik anda memiliki kapasitas yang cukup untuk menampung file-file windows.Colok flashdisk ke laptop/komputer.
Buka command promnt, caranya tekan tombol Win+R. Lalu ketik CMD, enter.
Masuk ke dalam aplikasi command prompt kan??
Ketik diskpart, enter.
Ketik list disk, maka akan muncul media penyimpanan di komputer anda,
pastikan anda tahu betul yg mana flashdisk anda. Untuk mngetahuinya,
cukup liat kapasitas size nya aja. Posisi flashdisk saya ada di disk 3, maka ketik select disk 3.
Ketik clean, enter. Lalu ketik create partition primary, enter.
Ketik select partition 1, enter. Ketik active, enter lagi.
Ketik format fs=fat32, enter.
Ketik assign, enter.
Terakhir, ketik exit, dan enter.
Sekarang kita sudah selesai tahap awal menyiapkan flashdisk yang akan kita gunakan,
selanjutnya ialah tahap copy dan paste file-file windowsnya.
Copy semua files windows yang ada di dalam DVD kemudian paste di flashdisk anda.
Selesai, kini flashdisk anda sudah siap digunakan untuk Install Windows.
NB : Jangan lupa atur settingan first bootnya di bios ke flashdisk anda, Ok
INFO : Cara di atas, bisa digunakan di semua versi windows.
ASKEP ANAK ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
A. PENGERTIAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Acut limphosityc leukemia adalah proliferasi maligna /
ganas limphoblast dalam sumsum tulang yang disebabkan oleh sel inti tunggal
yang dapat bersifat sistemik. (Ngastiyah,
1997; Smeltzer & Bare, 2002; Tucker, 1997; Reeves & Lockart, 2002).
B. PENYEBAB ACUT LIMPHOSITYC
LEUCEMIA
Penyebab acut limphosityc leukemia sampai saat ini belum
jelas, diduga kemungkinan karena virus (virus onkogenik) dan faktor lain yang
mungkin berperan, yaitu:
1.
Faktor eksogen
a.
Sinar x, sinar radioaktif.
b.
Hormon.
c.
Bahan kimia seperti: bensol,
arsen, preparat sulfat, chloramphinecol, anti neoplastic agent).
2.
Faktor endogen
a.
Ras (orang Yahudi lebih mudah
terkena dibanding orang kulit hitam)
b.
Kongenital (kelainan kromosom,
terutama pada anak dengan Sindrom Down).
c. Herediter (kakak beradik atau kembar satu telur).
(Ngastiyah, 1997)
C. PATOFISIOLOGI ACUT
LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Sel kanker menghasilkan leukosit yang
imatur / abnormal dalam jumlah yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke
berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang
normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer
sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis
normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah
dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran
hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta
persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah
trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi,
epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial
yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah
mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel
kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997;
Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden,
2002).
D. TANDA DAN GEJALA ACUT
LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Manifestasi klinik dari acut limphosityc leukemia antara
lain:
- Pilek tak sembuh-sembuh
- Pucat, lesu, mudah terstimulasi
- Demam, anoreksia, mual, muntah
- Berat badan menurun
- Ptechiae, epistaksis, perdarahan
gusi, memar tanpa sebab
- Nyeri tulang dan persendian
- Nyeri abdomen
- Hepatosplenomegali, limfadenopati
- Abnormalitas WBC
- Nyeri kepala
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
PADA ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak
dengan acut limphosityc leukemia adalah:
- Pemeriksaan sumsum tulang (BMP /
Bone Marrow Punction):
a.
Ditemukan sel blast yang
berlebihan
b.
Peningkatan protein
- Pemeriksaan darah tepi
a.
Pansitopenia (anemia,
lekopenia, trombositopneia)
b.
Peningkatan asam urat serum
c.
Peningkatan tembaga (Cu) serum
d.
Penurunan kadar Zink (Zn)
e.
Peningkatan leukosit dapat terjadi
(20.000 – 200.000 / ยตl) tetapi dalam bentuk sel blast / sel primitif
- Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang
untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel kanker ke organ tersebut
- Fotothorax untuk mengkaji
keterlibatan mediastinum
- Sitogenik:
50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan
berupa:
a.
Kelainan jumlah kromosom,
seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid (2n+a)
b.
Bertambah atau hilangnya bagian
kromosom (partial delection)
c.
Terdapat marker kromosom, yaitu
elemen yang secara morfologis bukan komponen kromosom normal dari bentuk yang
sangat besar sampai yang sangat kecil
F. PENGOBATAN PADA ALL
1.
Transfusi darah, biasanya
diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang berat dan
perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda‑tanda
DIC dapat diberikan heparin.
2.
Kortikosteroid (prednison,
kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis dikurangi
sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3.
Sitostatika. Selain sitostatika
yang lama (6‑merkaptopurin atau 6‑mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini
dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin),
rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L‑asparaginase, siklofosfamid
atau CPA, adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam
kombinasi bersama‑sama dengan prednison. Pada pemberian obat‑obatan ini sering
terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi
sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti‑hati bila jumiah leukosit
kurang dari 2.000/mm3.
4.
Infeksi sekunder dihindarkan
(bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci hama ).
5.
Imunoterapi, merupakan cara
pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel leukemia cukup
rendah (105 ‑ 106), imunoterapi mulai diberikan.
Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan
Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat
daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel
leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk
antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan
dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
6.
Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada
pengalamannya. Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan
mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada
prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:
a.
Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan
pemberian berbagai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun
intratekal sampai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b.
Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c.
Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat‑dapatnya suatu
masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh
dosis biasa.
d.
Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan
setiap 3‑6 bulan dengan pemberian obat‑obat seperti pada induksi selama 10‑14
hari.
e.
Mencegah terjadinya leukemia
susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu
induksi untuk mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500
rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini
tidak diulang pada reinduksi.
f.
Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang
sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
(FKUI, 1985)
H. MASALAH KEPERAWATAN YANG
MUNGKIN MUNCUL PADA ANAK DENGAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Adanya keganasan menimbulkan masalah keperawatan, antara
lain:
1.
Intoleransi aktivitas
2.
Resiko tinggi infeksi
3.
Resiko perubahan nutrisi kurang
dari kebutuahn
4.
Resiko cedera (perdarahan)
5.
Resiko kerusakan integritas
kulit
6.
Nyeri
7.
Resiko kekurangan volume cairan
8.
Berduka
9.
Kurang pengetahuan
10.
Perubahan proses keluarga
11.
Gangguan citra diri / gambaran
diri
I.
PERAWATAN PADA ANAK DENGAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
1.
Mengatasi keletihan /
intoleransi aktivitas:
a.
Kaji adanya tanda-tanda anemia:
pucat, peka rangsang, cepat lelah, kadar Hb rendah.
b.
Pantau hitung darah lengkap dan
hitung jenis
c.
Berikan cukup istirahat dan
tidur tanpa gangguan
d.
Minimalkan kegelisahan dan
anjurkan bermain yang tenang
e.
Bantu pasien dalam aktivitas
sehari-hari
f.
Pantau frekuensi nadi,
prnafasan, sebelum dan selama aktivitas
g.
Ketika kondisi membaik, dorong
aktivitas sesuai toleransi
h.
Jika diprogramkan, berikan
packed RBC
2.
Mencegah terjadinya infeksi
a.
Observasi adanya tanda-tanda
infeksi, pantau suhu badan laporkan jika suhu > 38oC yang
berlangsung > 24 jam, menggigil dan nadi > 100 x / menit.
b.
Sadari bahwa ketika hitung
neutrofil menurun (neutropenia), resiko infeksi meningkat, maka:
1).
Tampatkan pasien dalam ruangan
khusus
2).
Sebelum merawat pasien: cuci
tangan dan memakai pakaian pelindung, masker dan sarung tangan.
3).
Cegah komtak dengan individu
yang terinfeksi
c.
Jaga lingkungan tetap bersih,
batasi tindakan invasif
d.
Bantu ambulasi jika mungkin
(membalik, batuk, nafas dalam)
e.
Lakukan higiene oral dan
perawatan perineal secara sering.
f.
Pantau masukan dan haluaran
serta pertahankan hidarasi yang adekuat dengan minum 3 liter / hari
g.
Berika terapi antibiotik dan
tranfusi granulosit jika diprogramkan
h.
Yakinkan pemberian makanan yang
bergizi.
3.
Mencegah cidera (perdarahan)
a.
Observasi adanya tanda-tanda
perdarahan dengan inspeksi kulit, mulut, hidung, urine, feses, muntahan, dan
lokasi infus.
b.
Pantau tanda vital dan nilai
trombosit
c.
Hindari injesi intravena dan
intramuskuler seminimal mungkin dan
tekan 5-10 menit setiap kali menyuntik
d.
Gunakan sikat gigi yang lebut
dan lunak
e.
Hindari pengambilan temperatur
rektal, pengobatan rekatl dan enema
f.
Hindari aktivitas yang dapat
menyebabkan cidera fisik atau mainan yang dapat melukai kulit.
4.
Memberikan nutrisi yang adekuat
a.
Kaji jumlah makanan dan cairan
yang ditoleransi pasien
b.
Berikan kebersihan oral sebelum
dan sesudah makan
c.
Hindari bau, parfum, tindakan
yang tidak menyenangkan, gangguan pandangan dan bunyi
d.
Ubah pola makan, berikan
makanan ringan dan sering, libatkan pasien dalam memilih makanan yang bergizi
tinggi, timbang BB tiap hari
e.
Sajikan makanan dalam suhu
dingin / hangat
f.
Pantau masukan makanan, bila
jumlah kurang berikan ciran parenteral dan NPT yang diprogramkan.
5.
Mencegah kekurangan cairan
a.
Kaji adanya tanda-tanda
dehidrasi
b.
Berikan antiemetik awal sebelum
pemberian kemoterapi
c.
Hindari pemberian makanan dan
minuman yang baunya merangngsang mual / muntah
d.
Anjurkan minum dalam porsi
kecil dan sering
e.
Kolaborasi pemberian cairan
parenteral untuk mempertahankan hidrasi sesuai indikasi
6.
Antisipasi berduka
a.
Kaji tahapan berduka oada anak
dan keluarga
b.
Berikan dukungan pada respon
adaptif dan rubah respon maladaptif
c.
Luangkan waktu bersama anak
untuk memberi kesempatan express feeling
d.
Fasilitasi express feeling
melalui permainan
7.
Memberikan pendidikan kesehatan
pada pasien dan keluarga tentang:
a.
Proses penyakit leukemia:
gejala, pentingnya pengobatan / perawatan.
b.
Komplikasi penyakit leukemia:
perdarahan, infeksi dll.
c.
Aktivitas dan latihan sesuai
toleransi
d.
Mengatasi kecemasan
e.
Pemberian nutrisi
f.
Pengobatan dan efek samping
pengobatan
8.
Meningkatkan peran keluarga
a.
Jelaskan alasan dilakukannya
setiap prosedur pengobatan / dianostik
b.
Jadwalkan waktu bagi keluarga
bersama anak tanpa diganggu oleh staf SR
c.
Dorong keluarga untuk express
feelings
d.
Libatkan keluarga dalam
perencanaan dan pelaksanaan perawatan si anak
9.
Mencegah gangguan citra diri /
gambaran diri
a.
Dorong pasien untuk express
feelings tentang dirinya
b.
Berikan informasi yang
mendukung pasien ( misal; rambut akan tumbuh kembali, berat badan akan kembali
naik jika terapi selesai dll.)
c.
Dukung interaksi sosial / peer
group
d.
Sarankan pemakaian wig, topi /
penutup kepala.
ASKEP Low Back Pain
A. Definisi
Nyeri adalah pengalaman
sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan
yang actual maupun potensial. Definisi keperawatan tentang nyeri adalah, apapun
yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu/seseorang yang mengalaminya,
yang ada kapanpun orang tersebut mengatakannya(2) . Peraturan utama
dalam merawat pasien dengan nyeri adalah bahwa semua nyeri adalah nyata,
meskipun penyebabnya tidak diketahui. Oleh karena itu, keberadaan nyeri adalah
berdasarkan hanya pada laporan pasien.
Low Back Pain (LBP) atau
Nyeri punggung bawah adalah suatu sensasi nyeri yang dirasakan pada diskus
intervertebralis umumnya lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S1 (2,4).
B. Etiologi
Kebanyakan nyeri punggung
bawah disebabkan oleh salah satu dari berbagai masalah muskuloskeletal (misal
regangan lumbosakral akut, ketidakstabilan ligamen lumbosakral dan kelemahan
otot, osteoartritis tulang belakang, stenosis tulang belakang, masalah diskus
intervertebralis, ketidaksamaan panjang tungkai). Penyebab lainnya meliputi obesitas, gangguan
ginjal, masalah pelvis, tumor retroperitoneal, aneurisma abdominal dan masalah
psikosomatik. Kebanyakan nyeri punggung akibat gangguan muskuloskeletal akan
diperberat oleh aktifitas, sedangkan nyeri akibat keadaan lainnya tidak
dipengaruhi oleh aktifitas (2,4) .
C.
Patofisiologi
Struktur spesifik dalam system saraf
terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat
dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai system nosiseptif.
Sensitifitas dari komponen system nosiseptif dapat dipengaruhi oleh sejumlah
factor dan berbeda diantara individu. Tidak semua orang yang terpajan terhadap
stimulus yang sama mengalami intensitas nyeri yang sama. Sensasi sangat nyeri
bagi seseorang mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain(1,3).
Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah
ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons hanya pada stimulus yang kuat,
yang secara potensial merusak, dimana stimuli tersebut sifatnya bisa kimia,
mekanik, termal. Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang kompleks.
Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan
mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah local. Sel-sel mast, folikel rambut dan
kelenjar keringat. Stimuli serabut ini mengakibatkan pelepasan histamin dari
sel-sel mast dan mengakibatkan vasodilatasi. Serabut kutaneus terletak lebih
kearah sentral dari cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan rantai
simpatis paravertebra system saraf dan dengan organ internal yang lebih besar.
Sejumlah substansi yang dapat
meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi histamin, bradikinin,
asetilkolin dan substansi P. Prostaglandin dimana zat tersebut yang dapat
meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari bradikinin. Substansi lain dalam
tubuh yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah endorfin
dan enkefalin yang ditemukan dalam konsentrasi yang kuat dalam system saraf
pusat(1,3).
Kornu dorsalis dari medulla spinalis
merupakan tempat memproses sensori, dimana agar nyeri dapat diserap secara
sadar, neuron pada system assenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai
akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal.
Proses nyeri terjadi karena adanya interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi nyeri(1,3).
Patofisiologi Pada sensasi nyeri
punggung bawah dalam hal ini kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah
batang yang elastik yang tersusun atas banyak unit vertebrae dan unit diskus
intervertebrae yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai
ligamen dan otot paravertebralis. Konstruksi punggung yang unik tersebut
memungkinkan fleksibilitas sementara disisi lain tetap dapat
memberikanperlindungan yang maksimal terhadap sum-sum tulang belakang.
Lengkungan tulang belakang akan menyerap goncangan vertical pada saat berlari
atau melompat. Batang tubuh membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot
abdominal dan toraks sangat penting ada aktifitas mengangkat beban. Bila tidak
pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah
postur, masalah struktur dan peregangan berlebihan pendukung tulang belakang
dapat berakibat nyeri punggung(2,4).
Diskus intervertebralis akan mengalami
perubahan sifat ketika usia bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama
tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi
fibrokartilago yang padat dan tak teratur. Degenerasi diskus intervertebra
merupakan penyebab nyeri punggung biasa. Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S6,
menderita stress paling berat dan perubahan degenerasi terberat. Penonjolan
diskus atau kerusakan sendi dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf
ketika keluar dari kanalis spinalis, yang mengakibatkan nyeri yang menyebar
sepanjang saraf tersebut (2,4).
D.
Manifestasi Klinis
Pasien biasanya engeluh nyeri punngung
akut maupun nyeri punggung kronis dan kelemahan. Selama wawancara awal kaji
lokasi nyeri, sifatnya dan penjalarannya sepanjang serabut saraf (sciatica),
juga dievaluasi cara jalan pasien, mobilitas tulang belakang, refleks, panjang
tungkai, kekuatan motoris dan persepsi sensoris bersama dengan derajat
ketidaknyamanan yang dialaminya. Peninggian tungkai dalam keadaan lurus yang
mengakibatkan nyeri menunjukkan iritasi serabut saraf.
Pemeriksaan fisik dapat menemukan
adanya spasme otot paravertebralis (peningkatan tonus otot tulang postural
belakang yang berlebihan) disertai hilangnya lengkungan lordotik lumbal yang
normal dan mungkin ada deformitas tulang belakang. Bila pasien diperiksa dalam
keadaan telungkup, otot paraspinal akan relaksasi dan deformitas yang
diakibatkan oleh spasme akan menghilang.
Kadang-kadang dasar organic nyeri
punggung tak dapat ditemukan. Kecemasan dan stress dapat membangkitkan spasme
otot dan nyeri. Nyeri punggung bawah bisa merupakan anifestasi depresi atau
konflik mental atau reaksi terhadap stressor lingkungan dan kehidupan. Bila
kita memeriksa pasien dengan nyeri punngung bawah, perawat perlu meninjau
kembali hubungan keluarga, variable lingkungan dan situasi kerja (2,4).
E. Evaluasi Diagnostik
Prosedur diagnostik perlu
dilakukan pada pasien yang mendertita nyeri punggung bawah. Sinar X- vertebra
mungkin memperlihatkan adanya fraktur, dislokasi, infeksi, osteoartritis atau
scoliosis. Computed Tomografi (CT) berguna untuk mengetahui penyakit yang
mendasari, seperti adanya lesi jaringan lunak tersembunyi disekitar kolumna
vertebralis dan masalah diskus intervertebralis. USG dapat membantu mendiagnosa
penyempitan kanalis spinalis. MRI memungkinkan visualisasi sifat dan lokasi
patologi tulang belakang (2).
F. Penatalaksanaan
Kebanyakan
nyeri punggung bisa hilang sendiri dan akan sembuh dalam 6 minggu dengan tirah
baring, pengurangan stress dan relaksasi. Pasien harus tetap ditempat tidur
dengan matras yang padat dan tidak membal selama 2 sampai 3 hari. Posisi pasien
dibuat sedemikian rupa sehingga fleksi lumbal lebih besar yang dapat mengurangi
tekanan pada serabut saraf lumbal. Bagian kepala tempat tidur ditinggikan 30
derajat dan pasien sedikit menekuk lututnya atau berbaring miring dengan lutu
dan panggul ditekuk dan tungkai dan sebuah bantal diletakkan dibawah kepala.
Posisi tengkurap dihindari karena akan memperberat lordosis. Kadang-kadang
pasien perlu dirawat untuk penanganan “konservatif aktif” dan fisioterapi.
Traksi pelvic intermiten dengan 7 sampai 13 kg beban traksi. Traksi
memungkinkan penambahan fleksi lumbal dan relaksasi otot tersebut.
Fisioterapi
perlu diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot. Terapi bisa meliputi
pendinginan (missal dengan es), pemanasan sinar infra merah, kompres lembab dan
panas, kolam bergolak dan traksi. Gangguan sirkulasi , gangguan perabaan dan
trauma merupakan kontra indikasi kompres panas. Terapi kolam bergolak
dikontraindikasikan bagi pasien dengan masalah kardiovaskuler karena
ketidakmampuan mentoleransi vasodilatasi perifer massif yang timbul. Gelombang
ultra akan menimbulkan panas yang dapat meningkatkan ketidaknyamanan akibat
pembengkakan pada stadium akut.
Obat-obatan
mungkin diperlukan untuk menangani nyeri akut. Analgetik narkotik digunakan untuk
memutus lingkaran nyeri, relaksan otot dan penenang digunakan untuk membuat
relaks pasien dan otot yang mengalami spasme, sehingga dapat mengurangi nyeri.
Obat antiinflamasi, seperti aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID),
berguna untuk mengurangi nyeri. Kortikosteroid jangka pendek dapat mengurangi
respons inflamasi dan mencegah timbulnya neurofibrosis yang terjadi akibat
gangguan iskemia (2,4).
G. Pengkajian
Pasien
nyeri pungung dibimbing untuk menjelaskan ketidaknyamanannya (missal lokasi, berat,
durasi, sifat, penjalaran dan kelemahan tungkai yang berhubungan). Penjelasan
mengenai bagaimana nyeri timbul dengan tindakan tertentu atau dengan aktifitas
dimana otot yang lemah digunakan secara berlebihan dan bagaimana pasien
mengatasinya. Informasi mengenai pekerjaan dan aktifitas rekreasi dapat
membantu mengidentifikasi area untuk pendidikan kesehatan.
Selama
wawancara ini, perawat dapat melakukan observasi terhadap postur pasien,
kelainan posisi dan cara jalan. Pada pemeriksaan fisik, dikaji lengkungan
tulang belakang, Krista iliakan dan kesimetrisan bahu. Otot paraspinal
dipalpasi dan dicatat adanya spasme dan nyeri tekan. Pasien dikaji adanya
obesitas karena dapay menimbulkan nyeri punggung bawah (2).
H. Diagnosa Keperawatan (2)
1.
Nyeri
b.d masalah muskuloskeletal
2.
Kerusakan
mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, dan berkurangnya kelenturan
3.
Kurang
pengetahuan b.d teknik mekanika tubuh melindungi punggung
4.
Perubahan
kinerja peran b.d gangguan mobilitas dan nyeri kronik
5.
Gangguan
nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh b. d obesitas
I.
Intervensi
dan Implementasi (2)
1.
Meredakan
nyeri
Untuk
mengurangi nyeri perawat dapat menganjurkan tirah baring dan pengubahan posisi
yang ditentukan untuk memperbaiki fleksi lumbal. Pasien diajari untuk
mengontrol dan menyesuaikan nyeri yang dilakukan melalui pernafasan diafragma
dan relaksasi dapat membantu mengurangi tegangan otot yang berperan pada nyeri
punggung bawah. Mengalihkan perhatian pasien dari nyeri dengan aktifitas lain
missal membaca buku, menonton TV maupun dengan imajinasi (membayangkan hal-hal
yang menyenangkan dengan memusatkan perhatian pada hal tersebut).
Masase
jaringan lunak dengan lembut sangat berguna untuk mengurangi spasme otot,
memperbaiki peredaran darah dan mengurangi pembendungan serta mengurangi nyeri.
Bila diberikan obat perawat harus mengkaji respon pasien pada setiap obat.
2.
Memperbaiki
mobilitas fisik
Mobilitas
fisik dipantau melalui pengkajian kontinu. Perawat mengkaji bagaimana pasien
bergerak dan berdiri. Begitu nyeri punggung berkurang, aktifitas perawatan diri
boleh dilakukan dengan regangan yang minimal pada struktur yang cedera.
Perubahan posisi harus dilakukan perlahan dan dibatu bila perlu. Gerakan
memutar dan melenggok perlu dihindari. Pasien didorong untuk berganti-ganti
aktifiats berbaring, duduk dan berjalan-jalan dalam waktu lama. Perawat perlu
mendorong pasien mematuhi program latihan sesuai yang ditetapkan, latihan yang
salah justru tidak efektif.
3.
Meningkatkan
mekanika tubuh yang tepat
Pasien harus diajari bagaimana duduk,
berdiri, berbaring dan mengangkat barang dengan benar.
4.
Pendidikan
kesehatan
Pasien harus diajari bagaimana duduk,
berdiri, berbaring dan mengangkat barang dengan benar
5.
Memperbaiki
kinerja peran
Tanggung
jawab yang berhubungan dengan peran mungkin telah berubah sejak terjadinya
nyeri punggung bawah. Begitu nyeri sembuh, pasien dapat kembali ke tanggung
jawab perannya lagi. Namun bila aktifitas ini berpengaruh terhadap terjadinya
nyeri pungung bawah lagi, mungkin sulit untuk kembali ke tanggung jawab semula
tersebut tanpa menanggung resiko terjadinya nyeri pungggung bawah kronik dengan
kecacatan dan depresi yang diakibatkan.
6.
Mengubah
nutrisi dan penurunan berat badan
Penurunan
BB melalui penyesuaian cara makan dapat mencegah kekambuhan nyeri punggung,
dengan melalui rencana nutrisi yang rasional yang meliputi perubahan kebaisaaan
makan untuk mempertahankan BB yang diinginkan.
J.
Evaluasi
(2)
1.
Mengalami
peredaan nyeri
-
Istirahat
dengan nyaman
-
Mengubah
posisi dengan nyaman
-
Menghindari
ketergantungan obat
2.
Menunjukkan
kembalinya mobilitas fisik
-
Kembali
ke aktifitas secara bertahap
-
Menghindari
posisi yang menyebabkan yang menyebabkan ketidaknyamanan otot
-
Merencanakan
istirahat baring sepanjang hari
3.
Menunjukkan
mekanika tubuh yang memelihara punggung
-
Perbaikan
postur
-
Mengganti
posisi sendiri untuk meminimalkan stress punggung
-
Memperlihatkan
penggunaan mekanika tubuh yang baik
-
Berpartisipasi
dalam program latihan
4.
Kembali
ke tanggung jawab yang berhubungan dengan peran
-
Menggunakan
teknik menghadapi masalah untuk menyesuaikan diri dengan situasi stress
-
Memperlihatkan
berkurangnya ketergantungan kepada orang lain untuk perawatan diri
-
Kembali
ke pekerjaan bila nyeri punggung telah sembuh
-
Kembali
ke gaya hidup
yang produktif penuh
5.
Mencapai
BB yang diinginkan
-
Mengidentifikasi
perlunya penurunan BB
-
Berpartisipasi
dalam pengembangan rencana penurunan BB
-
Setia
dengan program penurunan BB
Daftar Pustaka :
1.
Brunner
& Suddarth, Alih Bahasa Monica Ester, SKP ; Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Edisi 8, Volume 1, EGC, Jakarta, 2002
2.
Brunner
& Suddarth, Alih Bahasa Monica Ester, SKP ; Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Edisi 8, Volume 3, EGC, Jakarta, 2002
3.
Ruth
F. Craven, EdD, RN, Fundamentals Of Nursing, Edisi II, Lippincot, Philadelphia , 2000
4.
Wim
de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Cetakan I, EGC, Jakarta , 1997
Langganan:
Postingan (Atom)